Kaum Nabi
Nuh ‘alaihissalam terus-menerus menentang apa yang beliau dakwahkan.
Kadar kekufuran, kejahatan, dan pembangkangan mereka –baik dengan perkataan
maupun perbuatan—sudah mencapai puncaknya. Para orang tua, apabila melihat
anaknya sudah beranjak dewasa, selekas mungkin berwasiat agar jangan beriman
kepada Nabi Nuh ‘alaihissalam serta hendaklah terus memerangi
dan menyelisihi beliau.
Maka lengkap sudah kejahatan dan kesalahan yang terkumpul pada kaum Nabi Nuh ‘alaihissalam. Mereka telah kufur dan berbuat kejahatan secara merata. Kaum Nabi Nuh ‘alaihissalam benar-benar durhaka sampai mengingkari kerasulan Nabi Nuh ‘alaihissalam di akhirat. Nabi Nuh ‘alaihissalammenyimpulkan bahwa pada diri mereka sudah tidak ada harapan kebaikan sama sekali. Maka Nabi Nuh ‘alaihissalam berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar memberikan pelajaran setimpal kepada mereka. Allah Ta’ala berfirman,
Maka lengkap sudah kejahatan dan kesalahan yang terkumpul pada kaum Nabi Nuh ‘alaihissalam. Mereka telah kufur dan berbuat kejahatan secara merata. Kaum Nabi Nuh ‘alaihissalam benar-benar durhaka sampai mengingkari kerasulan Nabi Nuh ‘alaihissalam di akhirat. Nabi Nuh ‘alaihissalammenyimpulkan bahwa pada diri mereka sudah tidak ada harapan kebaikan sama sekali. Maka Nabi Nuh ‘alaihissalam berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar memberikan pelajaran setimpal kepada mereka. Allah Ta’ala berfirman,
“Maka dia (Nabi Nuh) berdoa
kepada Robb-nya: ‘Sesungguhnya diriku telah dikalahkan, maka tolonglah (aku).’” (QS. Al-Qomar: 10)
(Nabi
Nuh) berkata: “Wahai Robb-ku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara
orang-orangkafir itu tinggal
di atas bumi.”
(QS. Nuh: 26)
Perintah Membuat
Bahtera
Pada
akhirnya Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabulkan doa Nabi Nuh ‘alaihissalam. Allah Subhanahu
wa Ta’ala mewahyukan keapda Nabi Nuh ‘alaihissalam bahwasanya akan menimpakan banjir
besar pada kaumnya. Untuk itu Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada Nabi Nuh ‘alaihissalamuntuk membuat sebuah bahtera
yang amat besar. Bahtera itu akan memuat Nabi Nuh ‘alaihissalam, orang-orang yang beriman,
serta beragam makhluk yang mempunyai ruh yang dikehendaki AllahSubhanahu
wa Ta’ala untuk tetap hidup sesudah banjir bandang menimpanya.
Pembuatan
bahtera yang amat besar itu bukanlah hal yang sederhana. Allah Subhanahu
wa Ta’alamembimbing
dan mengawasi secara langsung akan pembuatannya. Allah Subhanahu
wa Ta’alamenyatakan,
“Dan buatlah bahtera itu
dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah kamu bicarakan dengan
Aku perihal orang-orang yang zalim itu. Sesungguhnya mereka nanti akan
ditenggelamkan.” (QS. Hud: 37)
Bentuk
Bahtera Nabi Nuh
Ahli
sejarah berselisih pendapat tentang panjang dan lebarnya bahtera tersebut. Ada
yang menyatakan panjangnya 80 dziro’ dan lebarnya 50 dziro’, ada yang menyatakan
panjangnya 300 dziro’ dan lebarnya 50 dziro’. Kalau 1 dziro’ samadengan 0,5 meter,
hitunglah berapa luasnya. Tetapi mereka bersepakat bahwa tingginya 30 dziro’.
Perahu
itu mempunyai 3 lantai, lantai dasar untuk binatang buas dan merayap, lantai
kedua untuk manusia, dan lantai ketiga untuk unggas dan burung-burung. Bahtera
itu mempunyai pintu yang terletak di tengah dan mempunyai daun pintu yang
mengunci rapat dari atas. Di setiap ruas kayu, baik dari dalam maupun luar,
dilumuri dengan tir yang berfungsi menahan air agar tidak bisa masuk.
Ketika
Nabi Nuh ‘alaihissalam memulai membuat bahtera.
Kaumnya bukannya makin sadar akan kekhilafan mereka, tetapi malah menjadi-jadi
dalam mengejeknya. Allah Subhanahu wa Ta’alamenceritakan,
“Dan mulailah Nabi Nuh
membuat bahtera. Dan setiap kali pemimpin kaumnya berjalan melewati Nabi Nuh,
mereka mengejeknya. Berkatalah Nabi Nuh, ‘jika kalian mengejek kami maka
sesungguhnya kami pun nanti akan mengejek kalian sebagaimana kalian mengejek
kami.” (QS.
Hud: 38)
Allah Subhanahu
wa Ta’ala menghibur Nabi Nuh ‘alaihissalam untuk jangan bersedih hati
atas apa yang mereka lakukan. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberi kabar kepadanya
bahwa sekali-kali tidak akan bertambah orang yang beriman dari kaumnya. Allah Subhanahu
wa Ta’ala menyatakan,
“Telah diriwayatkan kepada
Nabi Nuh: ‘Sesungguhnya sekali-kali tidak akan beriman saja, maka janganlah
engkau bersedih hati terhadap apa yang mereka lakukan.” (QS. Hud: 36)
Ketika
Banjir Besar Datang
Setelah
pembuatan bahtera selesai, datanglah apa yang Allah Subhanahu
wa Ta’ala janjikan kepada Nabi Nuh ‘alaihissalam dan kaumnya. Tiba-tiba Allah Subhanahu
wa Ta’ala memerintahkan langit untuk mengguyur bumi dengan air yang deras, disusul
bumi agar memancarkan air dari segala penjuru dengan cepat, tungku-tungku
tempat perapian pun berubah menjadi mata air yang tak henti-hentinya.
Bertemulah sumber air yang melimpah baik dari atas maupun dari bawah.
Allah Subhanahu
wa Ta’ala memerintahkan Nabi Nuh ‘alaihissalam agar segera nabik bahtera
beserta orang-orang yang beriman dan keluarganya, dan tidak memberi masa
tenggang waktu, barangkali orang-orang yang sebelumnya jelas-jelas tidak
beriman mau diajak. Berbagai macam binatang dengan pasangannya
berbondong-bondong mengikutinya. Setelah seluruh muatan sudah naik, maka Nabi
Nuh‘alaihissalam berkata kepada seisi makhluk
yang ada di bahtera tersebut,
“Dan (Nabi Nuh) berkata,
‘Naiklah kalian ke dalam bahtera dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar
dan berlabuh. Sesungguhnya Robb-ku benar-benar Mahapengampun lagi Mahapenyayang.” (QS. Hud: 41)
Allah Subhanahu
wa Ta’ala memerintahkan mereka berdoa,
“Segala puji bagi Allah yang
menyelamatkan kami dari kaum yang zholim.“Dan katakanlah, ‘Wahai Robb-ku,
tempatkanlah kami pada tempat yang diberkati, dan Engkau adalah sebaik-baik
yang memberi tempat.” (QS. Al-Mu’minun: 28-29)
Saat
itu seisi bumi dipenuhi dengan air, baik gunungnya, bukitnya, padang pasirnya,
bagian datarnya dan jurangnya. Kebanyakan para ahli tafsir mengatakan bahwa
ketinggian air kala itu di atas permukaan gunung yang paling tinggi 15 dziro’.
Bumi
saat itu betul-betul tidak bertepi. Semuanya dipenuhi dengan air. Bahtera itu
melewati ombak yang tingginya bagaikan gunung-gunung. Semua kaum Nabi Nuh ‘alaihissalam yang membangkang dibinasakan
oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala hingga tak tersisa seorang
pun. Mereka tenggelam bersama kepongahan terhadap syariat nabi mereka. Mereka
tenggelam bersama kesombongan kepada ajaran nabi mereka. Itulah balasan bagi
orang-orang yang menentang agama Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan orang yang zholim akan
mengalami hal yang semisalnya.
“Dan siksaan itu tiadalah
jauh dari orang-orang yang zholim.” (QS. Hud: 83)
Sumber: www.KisahMuslim.com
0 komentar:
Posting Komentar