Si Pemerah Susu


Abu Bakar setiap hari berkeliling di perkampungan Madinah. Ia terbiasa berkunjung ke rumah-rumah janda tua dan rumah anak-anak yatim piatu. 
“Assalamu’alaikum...,” salamnya di depan pintu rumah seorang janda tua. 
“Wa’alaikum salam...!” jawab janda tua. Dibukanya pintu, lalu wajah perempuan tua itu menjadi berseri-seri. 
“Oh, Abu Bakar rupanya,” sambutnya gembira. 
“Nek, apa mau kuperahkan susu kambingnya?” tanya Abu Bakar. 
“Tidak usah, Tuan...” dengan malu-malu, perempuan tua itu mencoba menolak. Tapi, Abu Bakar mengetahui kalau kedatangannya memang sangat membantu pekerjaan perempuan tua itu. 
“Mari Nek, aku bantu memerahkan susu,” kata Abu Bakar tersenyum. 
Abu Bakar pun memerahkan susu kambing sampai semua wadah terpenuhi. Sedangkan perempuan tua itu memandangi Abu Bakar dengan rasa kagum. Abu Bakar sering datang ke rumahnya untuk membantu memerah susu tanpa mengharap balasan. Kalau saja Abu Bakar tidak datang membantu, pasti ia kesusahan. 
“Nek, semua wadah sudah terisi...,” kata Abu Bakar. 
“Terima kasih banyak Tuan, atas bantuannya hari ini,” ucap perempuan tua itu. 
“Baiklah nek, saya permisi dulu. Assalamu’alaikum,” salam Abu Bakar. 
“Wa’alaikum salam,” jawab perempuan tua itu lagi. 
Abu Bakar meninggalkan perempuan tua itu dengan hati gembira. Kemudian, ia singgah di rumah seorang anak yatim. 
“Assalamu’alaikum,” salam Abu Bakar. Seorang anak perempuan berlari kecil membukakan pintu. 
“Wa’alaikum salam,” jawabnya. Bukan main senangnya anak itu ketika melihat Abu Bakar datang. 
“Tuan datang! Mari, silakan masuk,” sambutnya penuh hormat. 
“Nak, apa ibumu ada di rumah?” tanya Abu Bakar. Anak itu menggeleng pelan. “Ibu sedang mencari kayu bakar,” kata anak itu. 
“Mari, kumasakkan sesuatu untukmu,” sahut Abu Bakar. 
Abu Bakar memasak gandum untuk makanan anak yatim itu. Sungguh gembira anak perempuan itu menunggu makanan yang dimasak Abu Bakar. Tidak lama kemudian, makanan itu pun matang. Abu Bakar menyuguhkannya pada anak yatim itu. 
“Sekarang makanlah, Nak. Bila ibumu datang, ia tidak perlu memasak lagi,” kata Abu Bakar.
Anak itu pun makan dengan lahapnya. Abu Bakar memandangnya sambil tersenyum. 
“Baiklah, aku permisi. Insya Allah, besok aku datang lagi memasak gandum untukmu,” kata Abu Bakar seraya mengusap kepala anak yatim itu dengan lembut. 
“Terima kasih, Tuan,” ucapnya. 
“Berhati-hatilah, Nak. 
Assalamu’alaikum,” salam Abu Bakar. 
“Wa’alaikum salam,” jawab anak itu. 
Abu Bakar berjalan menuju rumah-rumah lainnya untuk membantu memerah susu atau memasakkan gandum sampai sore hari. Abu Bakar suka sekali dengan pekerjaannya itu. Setiap hari dilakukannya terus menerus. 
Begitulah Abu Bakar...walaupun ia seorang saudagar yang kaya raya, orang-orang sangat segan dan menghormatinya. Harta kekayaannya banyak dipakai untuk perjuangan agama islam. Ia juga suka membeli budak-budak yang disiksa karena ketahuan memeluk Islam. Kemudian dimerdekakannya. 
Ketika ia terpilih menjadi khalifah, setelah Rasulullah wafat, pekerjaan itu pun masih dilakukannya. Karena kesibukannya banyak menyita waktu, Abu Bakar tidak bisa lagi mengunjungi rumah-rumah janda tua dan anak yatim. 

Suatu siang, seorang gadis kecil membawa wadah di tangannya. Ia akan memerah susu kambing. 
“Diamlah, aku mau memerah susu,” katanya ketika kambingnya tidak mau diam. Tangannya yang mungil tidak cukup kuat menjinakkan kambing itu. 
“Aduh..., kenapa tidak menurut?” sahut anak yatim itu. Kambingnya malah menghentak-hentakkan kakinya. 
“Bu, kemana ya, orang itu?” tanyanya. 
“Orang yang mana?” ibunya balik bertanya. 
“Orang yang suka membantu memerah susu tidak datang lagi, ya?” 
“Sudahlah nak, kau harus terbiasa mengerjakannya sendiri,” kata ibunya. 
Tiba-tiba terdengar suara orang mengetuk pintu. 
“Assalamu’alaikum,” terucap salam dari luar. 
“Wa’alaikum salam” jawab anak itu. 
“Oh! Tuan datang lagi!” serunya ketika melihat laki-laki yang suka membantunya memerah susu sedang berdiri.
Abu Bakar tersenyum. Betapa gembira anak itu, sipemerah susu datang lagi. Sudah berapa hari ia tidak datang kerumahnya. 
“Nak, mari kuperahkan susu kambingmu,” kata Abu Bakar seperti biasanya. Anak itu bergegas memanggil ibunya. 
“Bu! Si pemerah susu itu datang lagi!” serunya girang. “Ia mau membantu kita,” katanya lagi. 
Mendengar suara anaknya, ibu itu segera keluar menemui Abu Bakar. 
“Ya Allah! Anakku, kau tidak patut berkata seperti itu padanya. Tahukah kamu siapa tamu ini?” kata ibunya terperanjat. 
“Dia si pemerah susu yang suka membantu kita,” jawab anak itu polos. 
“Tidak, anakku..., beliau orang yang mulia. Beliaulah Khalifah Abu Bakar,” kata ibunya.
“Ya Amirul mukminin, maafkanlah anakku, ia tidak tahu siapa Tuan,” dengan wajah pucat ibunya mohon maaf. Gadis cilik itu tampak ketakutan sekali. 
“Tidak apa-apa. Biarkan saja...,” kata Abu Bakar sambil tersenyum. 
“Mari kuperahkan,” kata Abu Bakar lagi. 
Khalifah Abu Bakar lalu memerahkan susu kambing di rumah anak yatim itu. Kemudian datang ke rumah-rumah lainnya untuk memasakkan gandum. 
(Sumber: ilma95)

0 komentar:

Posting Komentar