Kawan kawan berikut ini kami
posting tulisan dari Ibu Kartika Trimarti, penulis lepas dan ibu rumah tangga yang tinggal di
Bekasi, Jawa Barat yang diposting di Hidayatullah.Com pada tanggal 2 Aprril 2011.
Dari tulisan
tersebut kita bisa mengambil pelajaran
yang sangat bagus dan akan memberikan pemahaman yang benar tentang “berinfaq”.
Seorang anak
perempuan berumur dua tahun berlari menghampiri meja komputer dimana sang ibu
biasa menaruh uang sisa belanja. Tangan-tangan kecilnya meraih beberapa uang
logam dan celoteh cadelnya segera terdengar meminta sang ibu mengambilkannya
sesuatu, “Bunda, ipak (infaq).Abi (ambil) itu.” Tangannya
menunjuk-nunjuk kotak infaq yang diedarkan mushala ke setiap rumah.
Sang ibu dengan
tersenyum mengambilkan kotak infaq di atas meja ruang keluarga tersebut dan
meletakkannya di hadapan puteri kecilnya. Tangan-tangan kecil itupun dengan
lincah memasukkan koin demi koin ke dalam kotak. Ketika uang logam di tangannya
habis, dia pun bersorak gembira, “Horeee…ipak!”
Ibu muda itu pun menatap anaknya penuh syukur.
Menyenangkan memang
melihat anak kita sejak dini telah terbiasa bersedekah. Namun, ternyata
mengajarkan anak untuk bersedekah tak sesederhana yang dibayangkan. Seperti perjalanan
gadis kecil bernama Arina tersebut mengenal infaq. Sebelum usianya genap dua tahun,
ayah bundanya telah membiasakan sang anak menaruh uang logam sisa belanja di
kotak infaq.
Awalnya berniat
untuk membiasakan sang anak berinfaq. Setiap ada uang logam, terutama sang
ayah, segera menyemangati puteri kecilnya untuk memasukkan uang logam ke dalam
celah kotak infaq, meski jari-jari kecilnya saat itu belum dapat memposisikan
uang logam dengan baik. Seiring dengan waktu, sang anak pun terbiasa memasukkan
uang logam yang dilihatnya langsung ke kotak infaq. Jari-jari kecilnya pun
sudah terampil memasukkan uang logam tanpa bantuan.
Namun, yang
kemudian terjadi sungguh di luar dugaan. Setiap melihat uang logam koin, Arina
pun spontan menyebutnya infaq. Bahkan meskipun uang tersebut bukan untuk infaq.
Ayah-bundanya pun segera menyadari bahwa infaq dalam persepsi puteri kecilnya
adalah koin uang logam.
“Waaahh… kalau
Arina tahunya infaq berupa uang logam recehan, gawat itu!” Ujar sang ayah. Maka
Ayah-Bunda Arina pun sepakat untuk mengajarkan menginfaq-kan uang lembaran
kertas ke kotak infaq agar sang anakpun tahu bahwa infaq tak cuma recehan.
Arina pun dengan
senang hati belajar memasukkan uang lembaran seribuan dan lima ribuan ke dalam
kotak infaq. Ayah-bundanya pun mulai lega melihat kemajuan tersebut. Namun,
suatu hari mereka dikejutkan oleh tingkah anaknya. Mereka melihat Arina
memasukkan beberapa lembar uang kertas ke dalam kotak infaq yang berada di atas
lantai.
Pasalnya,
sepertinya warna biru uang kertas yang dimasukkan oleh jari-jari
puterinya bukanlah warna biru uang seribuan dan ooohhh… ada uang kertas
berwarna merah yang kini juga tengah berusaha dimasukkan Arina.
Ternyata Arina
telah berhasil memasukkan uang lembaran limapuluh ribuan dan kini tengah berusaha
memasukkan lembaran seratus ribuan! Sementara itu dompet sang ayah tergeletak
dalam keadaan terbuka di lantai kamar. Arian pun menoleh mendengar kepanikan
orangtuanya, sambil tersenyum ia berkata, “Ipak
niii…”
Sang ayah dan bunda
pun saling menatap tak tahu berkata apa. “Yaaa... infaq memang tak boleh hanya
recehan Nak, tapi kalau sebesar itu, Ayah-Bunda juga belum mampu,” begitulah
kira-kira yang tercetus dalam hati kedua orangtuanya.
Tanamkan sejak
Dini
Nah, mengajarkan
bersedekah atau berinfaq pada anak memang tak semudah yang dikira karena memang
disinilah seninya mendidik manusia yang selalu berkembang kemampuannya dan
dianugerahi inisiatif.
Namun demikian,
sikap gemar bersedekah ini memang harus ditanamkan sedini mungkin dalam jiwa
anak karena tindakan ini sangat dicintai oleh Allah SWT sebagaimana yang
disebutkan dalam wasiat Rasulullah saw:
“Tidaklah seorang hamba bersedekah dari harta
yang baik yang dia miliki karena Allah SWT tidak menerima kecuali yang
baik-baik, melainkan Ia akan menyambutnya langsung dengan tangan kanan-Nya.
Jika sedekahnya itu berupa sebutir kurma, maka ia akan tumbuh subur di telapak
tangan-nya sampai menjadi lebih besar dari gunung. Perumpamaannya adalah
seperti jika sang hamba tersebutmemelihara anak sapi atau unta (yang tentu
setiap waktu akan bertambah besar).” (HR.Tirmidzi)
Di samping itu,
sedekah juga merupakan sarana untuk menyucikan diri, di antaranya terkandung
dalam sabda Rasulullah, “Berusaha
keraslah menghindari api neraka meski hanya dengan (menyedekahkan) sebutir
kurma.” (HR.Bukhari)
Lalu bagaimana
caranya supaya anak dapat menyukai amalan bersedekah dan terdorong selalu
bersedekah? Berikut adalah beberapa dari banyak hal yang dapat dilakukan: Yang pertama, ajarkan sejak dini dengan
cara yang disukai anak. Seperti menyediakan kotak infaq di rumah (apalagi bila
disediakan dalam bentuk yang lucu) dan biarkan ia merasa tertantang memasukkan
koin-koin uang logam dengan jari-jari kecilnya. Lalu perdengarkanlah bagaimana
bunyi uang logam ketika menyentuh dasar kotak dan iramakanlah dengan mimik yang
lucu, seperti “cluk-cluk-cluk!” Anak pun pasti akan merasa senang.
Kedua, tanamkanlah pada anak bahwa bersedekah adalah hal yang menyenangkan dan
diperlukan. Seperti mengatakan kepada anak, “Waah, Bunda sedang nggak punya
uang nih, Nak. Kasih uang sama
pengemis dulu, yuk. Insya Allah si Ibu tua itu senang, sehingga kita pun ikut
senang meski sedang tak punya uang.” Dengan demikian, anakpun akan belajar
bahwa bersedekah akan mendatangkan kebahagiaan pada orang lain dan diri sendiri.
Menanamkan bahwa ibadah adalah hal yang menyenangkan juga dapat dilakukan pada
amalan yang lain seperti shalat, membaca al-Quran, berjilbab dan lain-lain.
Ketiga, sentuhlah hati anak yang lembut untuk turut merasakan penderitaan orang
lain. Seperti ketika ia tengah memakan kue sarapannya, ajaklah ia untuk
bersyukur akan kelezatan rasa kue yang tengah disantapnya tersebut. Lalu,
ajaklah ia untuk mengetahui bahwa ada anak lain yang tak dapat menyantap kue
untuk sarapan dengan mengingatkannya pada anak-anak di pinggir jalan yang suka
dilihatnya ketika bepergian. Kemudian, doronglah ia berinfaq mengumpulkan uang
untuk anak jalanan dan kaum dhuafa lainnya.
Keempat, berikanlah informasi yang lengkap tentang apa saja yang dapat
diinfaq-kan atau disedekahkan pada anak. Sehingga kepanikan yang dialami
orangtua Arina tak terjadi pada Anda! *
0 komentar:
Posting Komentar