Haji mabrur itulah yang didambakan setiap orang karena
balasannya tentu saja surga. Namun haji mabrur bukanlah suatu slogan atau
titel. Ada beberapa sifat yang mesti dipenuhi, barulah seseorang yang berhaji
bisa menggapai derajat mulia tersebut.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
“Di antara umrah yang satu dan umrah lainnya
akan menghapuskan dosa di antara keduanya dan haji mabrur tidak ada bahasannya
kecuali surga.” (HR. Bukhari no. 1773 dan Muslim no. 1349).
Hadits di atas disampaikan oleh Ibnu Hajar Al Asqolani
ketika mengawali pembahasan dalam kitab haji pada hadits no. 708. Hadits
tersebut menerangkan mengenai keutamaan haji mabrur dan balasannya adalah
surga.
Ibnu ‘Abdil Barr dalam At Tamhid (22: 39) mengatakan
bahwa haji mabrur adalah haji yang tidak ada riya’ (ingin dipandang orang
lain), tidak sum’ah (ingin didengar orang lain), tidak ada rofats (kata-kata
kotor di dalamnya), tidak melakukan kefasikan, dan berhaji dengan harta halal.
Kita dapat katakan bahwa sifat haji mabrur
ada lima:
1.Ikhlas mengharap wajah Allah, tidak riya‘ dan sum’ah.
Jadi haji bukanlah untuk cari titel atau gelar “Haji”. Tetapi semata-mata ingin
mengharap ganjaran dari Allah.
2.Berhaji dengan rezeki yang halal karena Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Allah itu thoyyib (baik) dan tidaklah menerima kecuali
dari yang baik” (HR. Muslim no. 1015).
3.Menjauh dari maksiat, dosa, bid’ah dan hal-hal yang
menyelisihi syari’at. Hal-hal tadi jika dilakukan dapat berpengaruh pada amalan
sholeh dan bisa membuat amalannya tidak diterima. Lebih-lebih lagi dalam
melakukan haji. Dalam ayat suci Al Qur’an disebutkan firman Allah,
“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang
dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan
haji, maka tidak boleh rafats (berkata kotor), berbuat fasik dan
berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji.”
(QS. Al Baqarah: 197).
4.Berakhlak yang mulia dan bersikap lemah lembut, juga
bersikap tawadhu’ (rendah hati) ketika di kendaraan, tempat tinggal, saat
bergaul dengan lainnya dan bahkan di setiap keadaan.
5.Mengagungkan syi’ar Allah. Orang yang berhaji hendaknya
benar-benar mengagungkan syi’ar Allah. Ketika melaksanakan ritual manasik,
hendaklah ia menunaikannya dengan penuh pengagungan dan tunduk pada Allah.
Hendaklah ia menunaikan kegiatan haji dengan penuh ketenangan dan tidak
tergesa-gesa dalam berkata atau berbuat. Jangan bersikap terburu-buru
sebagaimana yang dilakukan banyak orang di saat haji. Hendaklah punya sikap
sabar yang tinggi karena hal ini sangat berpengaruh besar pada diterimanya
amalan dan besarnya pahala.
Di antara bentuk mengagungkan syi’ar Allah, hendaklah
ketika berhaji menyibukkan diri dengan dzikir, yaitu memperbanyak takbir,
tasbih, tahmid dan istighfar. Karena orang yang berhaji sedang dalam ibadah dan
berada dalam waktu-waktu yang mulia.
Demikianlah haji Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jika
ditilik, maka di dalamnya benar-benar berisi pengagungan terhadap syi’ar Allah.
Itu nampak dari perkataan dan perbuatan beliau, semoga shalawat dan salam
tercurahkan pada beliau.
Hanya Allah yang memberi taufik untuk menggapai haji
mabrur.
—
Referensi: Minhatul ‘Allam fii Syarh Bulughil Marom,
Syaikh ‘Abdullah bin Sholih Al Fauzan, terbitan Dar Ibnil Jauzi, cetakan
ketiga, tahun 1432 H, 5: 158-161.(Artikel Muslim.Or.Id)
SELAMAT JALAN KEPADA BUNDA RIRIN DAN AYAH
DIKY (IBU & AYAH MAS RAFI/MAS FAIQ) YANG AKAN MENUNAIKAN IBADAH HAJI PADA
TAHUN 2019 INI, INSYA ALLAH BERANGKAT DARI JOGJA TGL 12 JULI 2019.
0 komentar:
Posting Komentar