Dipagi yang cerah,
Rasulullah keluar rumah dengan senyumnya yang ramah dan menebarkan berkah.
Beliau bermaksud jalan-jalan berkeliling pasar. Ditangannya membawa uang
sebanyak delapan dirham.
Beberapa orang yang dilaluinya menyapa
Rasulullah. “Ya Rasulullah, akan pergi kemanakah Tuan sepagi ini?”
“Aku hanya ingin berjalan-jalan menghirup udara pagi,” jawab Rasulullah seraya tersenyum.
Diperjalanan, beliau bertemu dengan seorang perempuan yang sedang menangis dipinggir jalan.
“Mengapa kau menangis?” tanya Rasulullah.
Sambil tesedu-sedu, ia menceritakan apa yang menimpanya.
“Aku disuruh keluargaku ke pasar untuk membeli beberapa keperluan. Aku diberi uang dua dirham. Tapi ..., sekarang uang itu hilang entah kemana...,” kata perempuan itu. Tangisnya mesih belum terhenti.
“Aku tidak bisa mendapatkan kembali uang itu. Aku hanyalah seorang hamba sahaya...,” katanya diantara isak tangis.
Rasulullah merasa iba melihatnya. Lalu memberikan uangnya sebanyak dua dirham.
“ Terimalah uang ini. Aku mengganti uang dua dirhammu yang hilang itu,” kata Rasul.
Betapa gembira hati perempua itu.
“Terimakasih ya Rasulullah! Dengan uang ini, aku bisa belanja keperluan,” sahutnya seraya menyusut air matanya.
Rasulullah tersenyum. Beliaupun meninggalkan perempuan itu dan meneruskan perjalanannya.
Di pasar, orang-orang sibuk menawarkan barang dagangannya.
Rasulullah mendatangi barang-barang yang mereka tawarkan dengan wajah berseri.
Lalu, sepasang matanya tertumpu pada baju gamis berwarna putih yang ditawarkan seorang pedagang. Rupanya hati Rasulullah tertarik dengan gamis itu dan bermaksud membelinya.
Setelah keduanya sepakat dengan baju gamis itu, Rasulullahpun mengeluarkan uang dari sakunya sebanyak empat dirham.
Rasulullah langsung memakai baju gamis itu.
Beberapa saat kemudian, Rasulullah berjalan kembali mengelilingi pasar melihat-lihat barang lainnya.
Dari kejauhan, terdengar seorang laki-laki tua berteriak-teriak sambil berjalan terseok-seok. Pakaiannya kumal dan compang-camping sampai auratnya hampir kelihatan.
“Wahai, Pengunjung Pasar...! Aku mohon belas kasihanmu. Aku sudah tak mampu lagi mengganti pakaianku yang robek-robek ini. Pakaianku ini sudah tidak mempu lagi menahan rasa dingin....” kata orang tua itu meratap.
Pengunjung pasar maupun pedagang tak ada yang mau menghiraukannya. Hanya menoleh sebentar, lalu menyibukkan diri dengan urusannya masing-masing.
“Kasihanilah aku..., si Miskin ini ingin menutupi auratnya... Barang siapa yang memberiku pakaian niscaya Allah akan melebihkannya dengan memberi pakaian dari surga,” suaranya memelas. Tapi, tak seorang pun di pasar itu yang menaruh iba padanya.
Rasulullah yang mendengar ratapan laki-laki itu segera mendekat ke arahnya.
“Hai Orang Tua! Aku akan memberimu pakaian untuk menutup auratmu,” kata Rasulullah. Tanpa pikir panjang lagi, Rasulullah melepaskan gamis yang baru dibelinya.
“Ambillah! Pakailah segera baju ini,” kata Rasulullah lagi.
Orang tua miskin itu lalu memakai gamis pemberian Rasulullah.
“Ya Rasulullah! Sungguh engkau telah bermurah hati padaku. Allah pasti melimpahkan rahmat-Nya...,” sahut orang tua itu sambil berlalu meninggalkan Rasulullah.
Sesaat kemudian, Rasulullah masuk kembali ke dalam pasar mencari pedagang gamis tadi. Rasulullah membeli baju gamis yang lainnya seharga dua dirham. Si pedagang sangat heran karenanya.
“Ya Rasulullah, engkau sudah membeli baju gamis seharga empat dirham, kenapa sekarang membeli lagi gamis lainnya seharga dua dirham?” tanya pedagang sambil menatap Rasulullah.
Rasulullah tersenyum tenang.
“Memang betul, tadi aku sudah membeli gamis darimu. Tapi, dijalan ada orang tua yang lebih membutuhkan baju itu,” tutur Rasulullah.
Hari sudah malam ketika Rasulullah pulang ke rumahnya. Tiba-tiba, di tengah jalan Rasulullah melihat kembali perempuan yang tadi siang ditolongnya. Perempuan itu menangis di bawah sebuah pohon. Matanya tampak merah dan bengkak karena terlalu banyak menangis.
Rasulullah menyapa perempuan itu.
“Bukankah kau ini perempuan yang tadi kehilangan uang dua dirham?” tanya Rasulullah.
“Benar, ya Rasulullah,” jawabnya sambil terisak.
“Mengapa kau masih disini? Bukankah keluargamu sedang menunggu dirumah? Apalagi yang kau tangisi?” tanya Rasulullah kemudian.
“Sebenarnya, aku sudah terlalu lama pergi ke pasar. Aku takut sekali jika pulang nanti, mereka akan menyiksaku,” kata perempuan itu penuh khawatir.
“Baiklah....kalau kau takut dimarahi, aku akan menghubungi keluargamu,” sahut Rasulullah.
Perempuan itu kini merasa tenang hatinya. Rasulullah mengantar perempuan itu sampai ke rumahnya.
“Assalamu’alaikum...,” salam Rasulullah di depan pintu rumah. Salamnya didengarkan oleh penghuni rumah, tapi mereka tidak menjawabnya. Kemudian, Rasulullah mengulangi ucapan salamnya.
“Assalamu’alaikum...,” ucap Rasulullah. Penghuni rumah tetap tidak menjawab salam Rasulullah. Maka, Rasulullah pun mengucapkan salamnya yang ketiga kali dengan suara agak keras.
“Assalamu’alaikum....,” salam Rasulullah lagi. Mendengar salam Rasul yang agak keras, orang-orang di dalam rumah pun serentak menjawabnya.
“Wassalamu’alaika ya Rasulullah warahmatuhu wabarakatuhu...rupanya engkau, ya Rasulullah,” jawab mereka.
Rasulullah dipersilakan masuk dengan penuh hormat.
“Apakah kalian tidak mendengar bahwa aku sudah mengucapkan salam sebanyak tiga kali...?” tanya Rasulullah.
“Benar ya Rasulullah, kami mendengarnya...,” jawab mereka.
“Tapi, kami ingin Tuan memperbanyak salam kepada kami dan anak cucu kami, agar kami semua mendapat berkah dari salammu itu,” lanjutnya.
Lalu, Rasulullah mengutarakan kedatangannya ke rumah itu. Para penghuni rumah sangat bahagia mendapat kunjungan Rasulullah yang amat mulia itu.
“Budakmu ini sudah terlambat pulang. Ia takut apabila kembali, kalian akan menyiksanya,” kata Rasulullah. Sementara perempuan itu hanya menunduk penuh takut di belakang Rasulullah.
Para penghuni rumah malah tersenyum. Tidak tampak kemarahan dan kekecewaan sedikitpun di wajah mereka. Semua menyambut budak perempuan itu dengan baik.
“Kami sudah memaafkan dia,” katanya. Membuat budak perempuan itu terkesima saking gembiranya.
“Sungguh ya Rasulullah, kami sudah memberimu siksaannya dengan tidak menjawab ucapan salammu yang pertama dan kedua. Kami juga telah memerdekakannya karena ia telah berjalan bersamamu. Sekarang, ia bebas dan merdeka karena Allah semata.”
Bukan main bahagianya budak perempuan itu. Majikannya sudah memerdekakan dirinya berkat Rasulullah yang mulia.
“Alhamdulillah! Sungguh aku telah beruntung dapat berjalan denganmu, ya Rasulullah...,” kata budak perempuan itu.
Sesudah menyelesaikan urusannya, Rasulullah pun berpamitan pada pemilik rumah. Sebelumnya, Rasulullah mengatakan sesuatu di hadapan penghuni rumah.
“Saya belum pernah melihat uang delapan dirham yang lebih berkahnya, kecuali kali ini. Uang itu telah membawa rasa aman kepada yang ketakutan, terpenuhinya orang yang telanjang dengan sebuah pakaian, dan terbebas merdekanya seorang hamba sahaya,” ungkap Rasul penuh syukur kepada Allah.
“Aku hanya ingin berjalan-jalan menghirup udara pagi,” jawab Rasulullah seraya tersenyum.
Diperjalanan, beliau bertemu dengan seorang perempuan yang sedang menangis dipinggir jalan.
“Mengapa kau menangis?” tanya Rasulullah.
Sambil tesedu-sedu, ia menceritakan apa yang menimpanya.
“Aku disuruh keluargaku ke pasar untuk membeli beberapa keperluan. Aku diberi uang dua dirham. Tapi ..., sekarang uang itu hilang entah kemana...,” kata perempuan itu. Tangisnya mesih belum terhenti.
“Aku tidak bisa mendapatkan kembali uang itu. Aku hanyalah seorang hamba sahaya...,” katanya diantara isak tangis.
Rasulullah merasa iba melihatnya. Lalu memberikan uangnya sebanyak dua dirham.
“ Terimalah uang ini. Aku mengganti uang dua dirhammu yang hilang itu,” kata Rasul.
Betapa gembira hati perempua itu.
“Terimakasih ya Rasulullah! Dengan uang ini, aku bisa belanja keperluan,” sahutnya seraya menyusut air matanya.
Rasulullah tersenyum. Beliaupun meninggalkan perempuan itu dan meneruskan perjalanannya.
Di pasar, orang-orang sibuk menawarkan barang dagangannya.
Rasulullah mendatangi barang-barang yang mereka tawarkan dengan wajah berseri.
Lalu, sepasang matanya tertumpu pada baju gamis berwarna putih yang ditawarkan seorang pedagang. Rupanya hati Rasulullah tertarik dengan gamis itu dan bermaksud membelinya.
Setelah keduanya sepakat dengan baju gamis itu, Rasulullahpun mengeluarkan uang dari sakunya sebanyak empat dirham.
Rasulullah langsung memakai baju gamis itu.
Beberapa saat kemudian, Rasulullah berjalan kembali mengelilingi pasar melihat-lihat barang lainnya.
Dari kejauhan, terdengar seorang laki-laki tua berteriak-teriak sambil berjalan terseok-seok. Pakaiannya kumal dan compang-camping sampai auratnya hampir kelihatan.
“Wahai, Pengunjung Pasar...! Aku mohon belas kasihanmu. Aku sudah tak mampu lagi mengganti pakaianku yang robek-robek ini. Pakaianku ini sudah tidak mempu lagi menahan rasa dingin....” kata orang tua itu meratap.
Pengunjung pasar maupun pedagang tak ada yang mau menghiraukannya. Hanya menoleh sebentar, lalu menyibukkan diri dengan urusannya masing-masing.
“Kasihanilah aku..., si Miskin ini ingin menutupi auratnya... Barang siapa yang memberiku pakaian niscaya Allah akan melebihkannya dengan memberi pakaian dari surga,” suaranya memelas. Tapi, tak seorang pun di pasar itu yang menaruh iba padanya.
Rasulullah yang mendengar ratapan laki-laki itu segera mendekat ke arahnya.
“Hai Orang Tua! Aku akan memberimu pakaian untuk menutup auratmu,” kata Rasulullah. Tanpa pikir panjang lagi, Rasulullah melepaskan gamis yang baru dibelinya.
“Ambillah! Pakailah segera baju ini,” kata Rasulullah lagi.
Orang tua miskin itu lalu memakai gamis pemberian Rasulullah.
“Ya Rasulullah! Sungguh engkau telah bermurah hati padaku. Allah pasti melimpahkan rahmat-Nya...,” sahut orang tua itu sambil berlalu meninggalkan Rasulullah.
Sesaat kemudian, Rasulullah masuk kembali ke dalam pasar mencari pedagang gamis tadi. Rasulullah membeli baju gamis yang lainnya seharga dua dirham. Si pedagang sangat heran karenanya.
“Ya Rasulullah, engkau sudah membeli baju gamis seharga empat dirham, kenapa sekarang membeli lagi gamis lainnya seharga dua dirham?” tanya pedagang sambil menatap Rasulullah.
Rasulullah tersenyum tenang.
“Memang betul, tadi aku sudah membeli gamis darimu. Tapi, dijalan ada orang tua yang lebih membutuhkan baju itu,” tutur Rasulullah.
Hari sudah malam ketika Rasulullah pulang ke rumahnya. Tiba-tiba, di tengah jalan Rasulullah melihat kembali perempuan yang tadi siang ditolongnya. Perempuan itu menangis di bawah sebuah pohon. Matanya tampak merah dan bengkak karena terlalu banyak menangis.
Rasulullah menyapa perempuan itu.
“Bukankah kau ini perempuan yang tadi kehilangan uang dua dirham?” tanya Rasulullah.
“Benar, ya Rasulullah,” jawabnya sambil terisak.
“Mengapa kau masih disini? Bukankah keluargamu sedang menunggu dirumah? Apalagi yang kau tangisi?” tanya Rasulullah kemudian.
“Sebenarnya, aku sudah terlalu lama pergi ke pasar. Aku takut sekali jika pulang nanti, mereka akan menyiksaku,” kata perempuan itu penuh khawatir.
“Baiklah....kalau kau takut dimarahi, aku akan menghubungi keluargamu,” sahut Rasulullah.
Perempuan itu kini merasa tenang hatinya. Rasulullah mengantar perempuan itu sampai ke rumahnya.
“Assalamu’alaikum...,” salam Rasulullah di depan pintu rumah. Salamnya didengarkan oleh penghuni rumah, tapi mereka tidak menjawabnya. Kemudian, Rasulullah mengulangi ucapan salamnya.
“Assalamu’alaikum...,” ucap Rasulullah. Penghuni rumah tetap tidak menjawab salam Rasulullah. Maka, Rasulullah pun mengucapkan salamnya yang ketiga kali dengan suara agak keras.
“Assalamu’alaikum....,” salam Rasulullah lagi. Mendengar salam Rasul yang agak keras, orang-orang di dalam rumah pun serentak menjawabnya.
“Wassalamu’alaika ya Rasulullah warahmatuhu wabarakatuhu...rupanya engkau, ya Rasulullah,” jawab mereka.
Rasulullah dipersilakan masuk dengan penuh hormat.
“Apakah kalian tidak mendengar bahwa aku sudah mengucapkan salam sebanyak tiga kali...?” tanya Rasulullah.
“Benar ya Rasulullah, kami mendengarnya...,” jawab mereka.
“Tapi, kami ingin Tuan memperbanyak salam kepada kami dan anak cucu kami, agar kami semua mendapat berkah dari salammu itu,” lanjutnya.
Lalu, Rasulullah mengutarakan kedatangannya ke rumah itu. Para penghuni rumah sangat bahagia mendapat kunjungan Rasulullah yang amat mulia itu.
“Budakmu ini sudah terlambat pulang. Ia takut apabila kembali, kalian akan menyiksanya,” kata Rasulullah. Sementara perempuan itu hanya menunduk penuh takut di belakang Rasulullah.
Para penghuni rumah malah tersenyum. Tidak tampak kemarahan dan kekecewaan sedikitpun di wajah mereka. Semua menyambut budak perempuan itu dengan baik.
“Kami sudah memaafkan dia,” katanya. Membuat budak perempuan itu terkesima saking gembiranya.
“Sungguh ya Rasulullah, kami sudah memberimu siksaannya dengan tidak menjawab ucapan salammu yang pertama dan kedua. Kami juga telah memerdekakannya karena ia telah berjalan bersamamu. Sekarang, ia bebas dan merdeka karena Allah semata.”
Bukan main bahagianya budak perempuan itu. Majikannya sudah memerdekakan dirinya berkat Rasulullah yang mulia.
“Alhamdulillah! Sungguh aku telah beruntung dapat berjalan denganmu, ya Rasulullah...,” kata budak perempuan itu.
Sesudah menyelesaikan urusannya, Rasulullah pun berpamitan pada pemilik rumah. Sebelumnya, Rasulullah mengatakan sesuatu di hadapan penghuni rumah.
“Saya belum pernah melihat uang delapan dirham yang lebih berkahnya, kecuali kali ini. Uang itu telah membawa rasa aman kepada yang ketakutan, terpenuhinya orang yang telanjang dengan sebuah pakaian, dan terbebas merdekanya seorang hamba sahaya,” ungkap Rasul penuh syukur kepada Allah.
0 komentar:
Posting Komentar