Dengan penuh harap, lelaki
berpakaian kumal itu menuju kota Madinah. Walaupun badannya terasa lelah tapi
ia paksakan juga menempuh perjalanan yang cukup jauh. Kabarnya, di kota ada
seorang Nabi yang baru hijrah. Namanya Muhammad Saw. Orangnya sangat santun dan
penuh kasih sayang pada siapa saja. Apalagi terhadap fakir miskin, Nabi itu
begitu mengasihinya.
“Tentu hatinya begitu mulia. Aku akan menemuinya,” bisik lelaki itu.
Keringat yang mengucur di wajahnya tidak membuat lelaki miskin itu membatalkan niatnya. Dicarinya rumah Nabi Muhammad. Setiba di depan sebuah rumah, lelaki itu pun berseru memanggil Nabi.
“Wahai Rasulullah! Nabi kaum muslimin,” kata lelaki itu agak keras.
Sebentar kemudian muncul seorang lelaki yang berwajah meneduhkan. Sifat kasih sayangnya memancar lembut dari sorot matanya.
“Ya Rasulullah, aku ini sedang kelaparan. Anak dan istriku sedang menderita. Berilah aku sedekah, Tuan,” katanya dengan suara tertahan.
“Baik, tunggulah sebentar,” jawab Nabi lemah lembut. Nabi masuk ke rumahnya dan membawa makanan untuk lelaki miskin itu. Dengan tangannya sendiri, Nabi menyerahkan sedekah makanan pada lelaki tersebut.
“Aku hanya dapat memberikan makanan sekadarnya,” kata Rasulullah.
“Alhamdulillah. Terima kasih Tuan. Aku akan berdo’a agar Allah memberikan balasan yang berlipat,” ucap lelaki miskin itu.
“Ambillah rezeki dari Allah ini,” kata Rasulullah lagi.
Lelaki itu kemudian pergi membawa makanan dari Rasulullah ke kampungnya. Di sana, ia menyantap sedekah itu beserta anak dan istrinya.
“Sungguh dermawan Nabi umat Islam itu. Aku diperlakukannya dengan santun,” cerita lelaki itu pada anak dan istrinya.” Apa yang dikatakan orang-orang kalau Nabi Muhammad seorang yang amat mulia itu benar.”
“Kalau begitu, besok kau pergi ke rumahnya lagi. Pasti ia akan memberi sedekah yang lebih banyak,” usul istrinya.
Lelaki miskin itu diam sejenak. Lalu mengangguk-anggukkan kepalanya tanda setuju. Nabi Muhammad memang sangat mengasihi orang miskin. Apa pun akan di sedekahkannya dengan ikhlas karena Allah.
Keesokan harinya lelaki miskin itu datang kembali menemui Rasulullah untuk meminta sedekah. Ia amat yakin akan mendapatkannya seperti kemarin. Dengan pakaian yang robek di sana-sini, lelaki itu berdiri di depan pintu rumah Nabi.
“Ya Nabi Allah! Berilah aku sedekah. Anakku belum makan apa-apa di rumah,” pintanya memelas.
Rasulullah memandangi peminta-minta itu dengan heran.
“Bukankah kau ini orang yang datang kemarin?” tanya Nabi.
“Ya betul. Kasihanilah si miskin ini,” ujarnya.
Nabi pun masuk ke rumahnya mengambil sejumlah uang untuk lelaki miskin itu. Lalu menyedekahkannya.
“Ini untukmu. Pergunakanlah dengan baik dijalan Allah,” kata Rasulullah.
Bukan main senangnya hati lelaki itu. Rasulullah memberi sedekah uang yang cukup banyak.
Peminta-minta itu pulang sambil bersiul. Ia tak menduga akan mendapat rezeki nomplok!
Nabi Muhammad benar-benar seorang yang penyayang. Ia pun lalu membayangkan apa yang akan di sedekahkan Rasulullah padanya besok. Mungkin pakaian yang bagus atau emas permata...ah! siapa tahu? Bukankah beliau gemar bersedekah?
Lelaki itu kembali menceritakan kemurahan hati Rasulullah.
“Saya jadi ingin menemuinya,” kata isterinya.
“ Besok aku mau datang lagi meminta sedekahnya.” Lelaki itu kembali menerka-nerka barang berharga yang akan diberikan Rasululah.
“Aku jadi ingin bertemu dengan Rasulullah,” sahut isterinya tiba-tiba.
Lelaki itu mengerutkan dahinya. “Kau mau ikut denganku?”
Beberapa saat lelaki itu berpikir. Boleh juga, sesekali memebawa isteri dan anaknya menemui Nabi. Pasti akan lebih meyakinkan! Rasulullah akan iba melihat kelurganya yang hidup serba kesusahan.
“Kau boleh ikut! Kau bisa membantuku nanti,” katanya sambil tersenyum. Bahkan, lelaki itu sudah mempunyai maksud mejadi peminta-minta untuk mencari nafkah bagi keluarganya.
“Tak usah capek-capek kerja keras. Cukup dengan menadahkan tangan dapat rezeki....,” pikirnya senang.
Lalu keesokan harinya peminta-minta itu membawa isteri dan anaknya ke rumah Rasulullah.
“Tuan, berilah kami sedekah sekadarnya,” katanya degan nada memelas.
“Kasihanilah kami yang melarat ini...,” timpal isterinya pula.
Rasulullah memperhatikan rombongan kecil itu. Nabi ingat benar lelaki itu yang datang kemarin meminta sedekah.
“Tunnggu sebentar,” sahut Nabi. Peminta-minta itu gembira akan diberi sesuatu oleh Nabi. Dengan sabar ia menunggu dasn mengharap rezeki yang lebih besar lagi.
Tak lama kemudian, Nabi datang membawa sebuah kapak. Melihat itu, si Pengemis tercengang.
“Sedekahku hari ini sebuah kapak untukmu,” kata Nabi.
Pengemis itu keheranan. Kenapa hari ini Rasulullah tidak memberi sedekah makanan atau uang.
“Tuan, kapak ini untuk apa? Aku minta sedekah uang atau makanan...,” saut sang Pengemis.
“Kapak ini akan lebih bermanfaat buatmu. Kau bisa menggunakannya untuk menebang pohon, memotong kayu, dan pekerjaan lainnya. Pekerjaan itu dapat menghasilkan nafkah bagimu dan keluargamu,” kata Nabi.
Lelaki beserta isterinya itu tertegun. Sungguh, ia tak menduga kalau Nabi akan memberi kapak sebagai sedekah.
Gunakanlah kapak ini untuk mencari nafkah sehingga kau tidak meminta-minta lagi,” sahut Nabi pula.
“ Terimakasih, Tuan,” ucap lalaki itu seraya menunduk.
Orang itupun lalu pergi dengan perasaan yang berkecamuk. Ia sangat malu menjadi peminta-minta untk mencari nafkah bagi keluarganya. Padahal, ia belum bagitu tua. Tenaganya masih kuat untuk bekerja apa saja. Ia menyesal sudah memafaatkan kemiskinannya sebagai alasan untuk mengemis. Bukankah Allah tidak pernah menyia-nyiakan hamba-Nya yang mau berusaha dengan sungguh-sungguh?
Sejak itu, lelaki itu tidak pernah meminta-minta lagi. Ia mencari nafkah dengan menggunakan kapak pemberian Rasulullah.
Kehidupannya pun meningkat berkat kerja keras dan ketekunannya selama ini.
Lelaki itu baru menyadari bahwa tangan di atas lebih mulia daripada tangan di bawah.
Karenanya, ia bertekad tak akan menadahkan tangannya kepada manusia. Dia akan menadahkan tangannya hanya kepada Allah yang Maha Penyayang. (Sumber: ilma95)
“Tentu hatinya begitu mulia. Aku akan menemuinya,” bisik lelaki itu.
Keringat yang mengucur di wajahnya tidak membuat lelaki miskin itu membatalkan niatnya. Dicarinya rumah Nabi Muhammad. Setiba di depan sebuah rumah, lelaki itu pun berseru memanggil Nabi.
“Wahai Rasulullah! Nabi kaum muslimin,” kata lelaki itu agak keras.
Sebentar kemudian muncul seorang lelaki yang berwajah meneduhkan. Sifat kasih sayangnya memancar lembut dari sorot matanya.
“Ya Rasulullah, aku ini sedang kelaparan. Anak dan istriku sedang menderita. Berilah aku sedekah, Tuan,” katanya dengan suara tertahan.
“Baik, tunggulah sebentar,” jawab Nabi lemah lembut. Nabi masuk ke rumahnya dan membawa makanan untuk lelaki miskin itu. Dengan tangannya sendiri, Nabi menyerahkan sedekah makanan pada lelaki tersebut.
“Aku hanya dapat memberikan makanan sekadarnya,” kata Rasulullah.
“Alhamdulillah. Terima kasih Tuan. Aku akan berdo’a agar Allah memberikan balasan yang berlipat,” ucap lelaki miskin itu.
“Ambillah rezeki dari Allah ini,” kata Rasulullah lagi.
Lelaki itu kemudian pergi membawa makanan dari Rasulullah ke kampungnya. Di sana, ia menyantap sedekah itu beserta anak dan istrinya.
“Sungguh dermawan Nabi umat Islam itu. Aku diperlakukannya dengan santun,” cerita lelaki itu pada anak dan istrinya.” Apa yang dikatakan orang-orang kalau Nabi Muhammad seorang yang amat mulia itu benar.”
“Kalau begitu, besok kau pergi ke rumahnya lagi. Pasti ia akan memberi sedekah yang lebih banyak,” usul istrinya.
Lelaki miskin itu diam sejenak. Lalu mengangguk-anggukkan kepalanya tanda setuju. Nabi Muhammad memang sangat mengasihi orang miskin. Apa pun akan di sedekahkannya dengan ikhlas karena Allah.
Keesokan harinya lelaki miskin itu datang kembali menemui Rasulullah untuk meminta sedekah. Ia amat yakin akan mendapatkannya seperti kemarin. Dengan pakaian yang robek di sana-sini, lelaki itu berdiri di depan pintu rumah Nabi.
“Ya Nabi Allah! Berilah aku sedekah. Anakku belum makan apa-apa di rumah,” pintanya memelas.
Rasulullah memandangi peminta-minta itu dengan heran.
“Bukankah kau ini orang yang datang kemarin?” tanya Nabi.
“Ya betul. Kasihanilah si miskin ini,” ujarnya.
Nabi pun masuk ke rumahnya mengambil sejumlah uang untuk lelaki miskin itu. Lalu menyedekahkannya.
“Ini untukmu. Pergunakanlah dengan baik dijalan Allah,” kata Rasulullah.
Bukan main senangnya hati lelaki itu. Rasulullah memberi sedekah uang yang cukup banyak.
Peminta-minta itu pulang sambil bersiul. Ia tak menduga akan mendapat rezeki nomplok!
Nabi Muhammad benar-benar seorang yang penyayang. Ia pun lalu membayangkan apa yang akan di sedekahkan Rasulullah padanya besok. Mungkin pakaian yang bagus atau emas permata...ah! siapa tahu? Bukankah beliau gemar bersedekah?
Lelaki itu kembali menceritakan kemurahan hati Rasulullah.
“Saya jadi ingin menemuinya,” kata isterinya.
“ Besok aku mau datang lagi meminta sedekahnya.” Lelaki itu kembali menerka-nerka barang berharga yang akan diberikan Rasululah.
“Aku jadi ingin bertemu dengan Rasulullah,” sahut isterinya tiba-tiba.
Lelaki itu mengerutkan dahinya. “Kau mau ikut denganku?”
Beberapa saat lelaki itu berpikir. Boleh juga, sesekali memebawa isteri dan anaknya menemui Nabi. Pasti akan lebih meyakinkan! Rasulullah akan iba melihat kelurganya yang hidup serba kesusahan.
“Kau boleh ikut! Kau bisa membantuku nanti,” katanya sambil tersenyum. Bahkan, lelaki itu sudah mempunyai maksud mejadi peminta-minta untuk mencari nafkah bagi keluarganya.
“Tak usah capek-capek kerja keras. Cukup dengan menadahkan tangan dapat rezeki....,” pikirnya senang.
Lalu keesokan harinya peminta-minta itu membawa isteri dan anaknya ke rumah Rasulullah.
“Tuan, berilah kami sedekah sekadarnya,” katanya degan nada memelas.
“Kasihanilah kami yang melarat ini...,” timpal isterinya pula.
Rasulullah memperhatikan rombongan kecil itu. Nabi ingat benar lelaki itu yang datang kemarin meminta sedekah.
“Tunnggu sebentar,” sahut Nabi. Peminta-minta itu gembira akan diberi sesuatu oleh Nabi. Dengan sabar ia menunggu dasn mengharap rezeki yang lebih besar lagi.
Tak lama kemudian, Nabi datang membawa sebuah kapak. Melihat itu, si Pengemis tercengang.
“Sedekahku hari ini sebuah kapak untukmu,” kata Nabi.
Pengemis itu keheranan. Kenapa hari ini Rasulullah tidak memberi sedekah makanan atau uang.
“Tuan, kapak ini untuk apa? Aku minta sedekah uang atau makanan...,” saut sang Pengemis.
“Kapak ini akan lebih bermanfaat buatmu. Kau bisa menggunakannya untuk menebang pohon, memotong kayu, dan pekerjaan lainnya. Pekerjaan itu dapat menghasilkan nafkah bagimu dan keluargamu,” kata Nabi.
Lelaki beserta isterinya itu tertegun. Sungguh, ia tak menduga kalau Nabi akan memberi kapak sebagai sedekah.
Gunakanlah kapak ini untuk mencari nafkah sehingga kau tidak meminta-minta lagi,” sahut Nabi pula.
“ Terimakasih, Tuan,” ucap lalaki itu seraya menunduk.
Orang itupun lalu pergi dengan perasaan yang berkecamuk. Ia sangat malu menjadi peminta-minta untk mencari nafkah bagi keluarganya. Padahal, ia belum bagitu tua. Tenaganya masih kuat untuk bekerja apa saja. Ia menyesal sudah memafaatkan kemiskinannya sebagai alasan untuk mengemis. Bukankah Allah tidak pernah menyia-nyiakan hamba-Nya yang mau berusaha dengan sungguh-sungguh?
Sejak itu, lelaki itu tidak pernah meminta-minta lagi. Ia mencari nafkah dengan menggunakan kapak pemberian Rasulullah.
Kehidupannya pun meningkat berkat kerja keras dan ketekunannya selama ini.
Lelaki itu baru menyadari bahwa tangan di atas lebih mulia daripada tangan di bawah.
Karenanya, ia bertekad tak akan menadahkan tangannya kepada manusia. Dia akan menadahkan tangannya hanya kepada Allah yang Maha Penyayang. (Sumber: ilma95)
0 komentar:
Posting Komentar